Minggu, 25 Oktober 2009

Musibah atau lalai, ya...?

” Waduuh pak…bencana pak…musibah pak…!! Seru Sang Mandor, ketika melihat galian pile cap yang siap akan dicor pagi ini, menjadi genangan air dan Lumpur, setelah turunnya hujan semalam.

Hal tersebut di iya kan oleh pelaksana lapangan saya, “ iya pak, gara-gara hujan semalem jadi gini, pak . “

Saya pun hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.

Dalam menghadapi suatu peristiwa, tanpa sadar kita sering kali menyalahkan hujan sebagai suatu musibah/ bencana.

Apalagi yang terlibat dalam pelaksanaan proyek, selalu saja banyak yang mengeluh. “ walaaah…hujan lagi…!! “. Dan jarang sekali ada yang mensyukuri kenikmatan Allah tersebut.

Bagaimana bisa kita mengatakan itu musibah dan bencana apabila banjir terjadi karena ulah manusia itu sendiri ? bagaimana bisa kita mengatakan musibah apabila terjadi karena sudah merupakan hukum alam ? dan terlebih lagi bagaimana kita mengatakan musibah bila ternyata sebenarnya dengan banjir / hujan yang berlebihan berarti Allah sedang memperhatikan kita ?

Air yang turun dari langit tidak bisa disalahkan, baik itu besar maupun kecil.

Nah, jika kita membuat suatu galian pondasi yang kecil/ besar, dimana tidak terdapat aliran drainage yang baik dan terarah menuju ke suatu tempat, apakah mungkin kita menyalahkan hujan karena galian tersebut menjadi genangan air ?

Pekerjaan “ cut and fill “ misalnya, mereka (pekerjaan tanah) bisa idle 1-2 hari jika air hujan tidak di manage di area galian dan timbunan. Untuk mengarahkan air hujan, harusnya dibuat kemiringan timbunan 1 – 2 %, dan drainage di sisi-sisi jalan. Nah, kalau kita tidak membuatnya, apakah hujan masih tetap akan kita salahkan ?

Lalu, jika terjadinya banjir di lokasi lainnya, siapa yang akan kita salah kan ?

Apabila tempat serapan atau simpanan air sudah digantikan oleh benda yang lebih padat, apabila hutan alami sudah digantikan dengan hutan beton, maka harus ke mana lagi larinya air tersebut mengalir ?

Tanpa ada perencanaan drainage yang baik, sudah pasti banjir akan terjadi.

Banjir memang sudah seharusnya terjadi, dan semua itu lebih besar dikarenakan kelalaian atas perbuatan kita sendiri.

Jadi, siapa yang patut disalahkan ?


Salam,

HJK

8 komentar:

  1. Hmmm...betul juga ya pak HJK.
    Salam kenal.

    BalasHapus
  2. iy pak HJK, betul. sbenarny, kita,manusialah sumber sekaligus pemecah dari suatu musibah yg datang. :-)

    sudut pandang yg bagus pak HJK.

    BalasHapus
  3. Di negeri ini, tampaknya perhatian kita dalam pengelolaam proyek konstruksi lebih memprioritaskan kepada jalan daripada drainase, sedang di luar negeri perhatian thd drainase justru lebih besar..
    Apa yg terjadi ?..
    disini, sering terjadi perubahan fungsi, pada saat musim hujan, yg tadinya jalan berubah menjadi "sungai", alias banjir..
    akibatnya :
    apakah jalan jadi macet dan konstruksi jalan jadi rusak ?? tentu..!!, ini hal mendasar dan semua orang tahu, tapi ini selalu dan sering terjadi..
    masalahnya adalah mindset kita tidak berubah..
    mari, mulai dari diri kita, sama-sama merubah mindset dan tidak berfikir parsial.. Sukses selau..

    BalasHapus
  4. @ P'Anonim, tks ya atas tanggapannya, dan Salam kenal.

    @ P' Saga, Ya, itu berarti berani berbuat berani bertanggung jawab...jadi, seharusnya dampak dari setiap pelaksanaan pekerjaan sudah terpikirkan.

    @ p'WS, Sebenarnya membuat konstruksi drainage itu sangat mudah pada saat2 musim hujan ini (meskipun terlambat).
    Para engineer drainage harusnya turun lapangan pada saat hujan mulai turun, bukannya malah tiduran dirumah. Karena, drainage alam akan terbentuk dengan sendirinya. Kan, aliran air pasti mengarah pada lokasi/ dataran yang paling rendah.
    Ya, inilah tugas menteri PU dan para designer engineering untuk mengaitkan semua bangunan konstruksi yang ada dalam ruas jalan. Dari pekerjaan yang terkecil, galian kabel telpon, pemasangan lampu jalan, pipa PDAM sampai ke pekerjaan akhir perkerasan badan jalan. Sehingga tidak ada pekerjaan yang terkesan pasang, bongkar dan pasang lagi.

    Salam.

    BalasHapus
  5. Yang disalahkan tetap banjir pak, kenapa datang tdk minta dijemput dan pulang tdk minta diantar he he

    BalasHapus
  6. H h h, Emangnya jailangkung ?

    BalasHapus
  7. weleh.. weleh.. tumben pak sampean iso berpikan seperti itu..
    comment ku : Thumb two Up dehhh.. masak karo konco dewe dinehi Thumb two down.. ora lah....

    BalasHapus
  8. Tks p'Khid, untuk membuka wawasan kit, agar tdk mudah menyalahkan alam...krn, sunatullah...

    salam.

    BalasHapus