Senin, 28 November 2011

Umar bin Abdul Aziz

Hari pertama, Saat diutusnya Umar sebagai Khalifah, beliau langsung membatalkan dan menolaknya, namun hal tersebut dicegah oleh seluruh umatnya.

Di hari kedua setelah dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata :

“ Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Qur’an, aku bukan penentu hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa disisi Allah ”.

Beliau kemudian duduk dan menangis " Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku " sambung Umar bin Abdul Aziz.

Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “ Apa yang Amirul Mukminin tangiskan ? ”

Beliau mejawab : “ Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini, dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah, karena aku tahu yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw ’’.

Isterinya juga turut mengalir air mata.


------


Subhanallah…..Bagaimana dengan kita sendiri ? atau pemimpin yang ada/ kita kenal disekitar kita ? Apakah jabatan yg diberikan itu dianggap musibah atau justru nikmat ?

Justru yang kita ketahui di jaman ini, jabatan itu sudah menjadi ajang yang diperebutkan. Untuk mendapatkan jabatan secara benar itu sangat sulit, karena banyak persaingan. Sehingga perlu pelicin untuk meng "Gol" kan harapannya.

Membaca koran mass media apapun tentang Pilkada, banyak sekali terjadi kecurangan dan kericuhan dimana-mana. Sebenarnya bukan jabatan yang mereka inginkan, tapi uang yang bisa disalah-gunakan selama menjabat, itulah yang diincarnya. Makanya, segala cara apun ditempuh agar dapat meraih suatu jabatan.....Astaghfirullah haladzim....

Hmmmm, Kalo seandainya Umar bin Abdul Aziz masih ada, mungkin beliau jadi bingung dan heran...."Lho, musibah kok malah direbutin"..... walah dalah, kepriben toh... Pusiiiiiiing....



Salam,
HJK

Tidak mau bertanya kepada Tuhan

Arthur Ashe, Seorang Pemain Tenis Legenda dan pemenang Wimbledon sedang mengalami masa-masa kritikal karena jangkitan AIDS yang dia dapatkan dari pemindahan darah sewaktu melakukan pembedahan di hatinya.Dia mendapatkan simpati dari seluruh peminatnya di seluruh dunia, dan salah satu surat yang dia terima berbunyi : “Mengapa Tuhan memberikan kamu penyakit seburuk ini ?”.

Kemudian Arthur Ashe membalas suratnya :

“Di dunia ini — ada 50 juta kanak-kanak yang mulai belajar tenis, 5 juta yang belajar tenis secara rutin, 500.000 orang belajar secara profesional, 50.000 orang yang ikut pertandingan tenis, 5.000 di antaranya berhasil ke Grand Slam, 50 orang yang berhasil ke Wimbledon, 4 orang yang ke semi final, 2 orang yang berhasil ke babak Final, Ketika Saya merayakan kemenangan dan memegang Piala Wimbledon, SAYA TIDAK PERNAH BERTANYA KEPADA TUHAN, “MENGAPA SAYA” ?.

Dan hari ini walaupun sakit, SAYA TIDAK SEHARUSNYA BERTANYA KEPADA TUHAN, “MENGAPA SAYA” ?.


-------------

Hmmm....kisah di atas dapat kita jadikan contoh untuk selalu berprasangka baik kepada Allah Sang Maha Pencipta.

Berat memang menerima suatu kenyataan yang berbeda dengan keinginan kita.
Namun, disinilah kadar keimanan kita diuji.

Bertanya kepada Tuhan, berarti mengeluh atas ketetapan Allah. Padahal, kita tidak mengetahui hikmah apa yang terkandung dalam cobaan tersebut.

- Cobaan/ musibah merupakan dampak dari perbuatan kita secara langsung.
- Cobaan/ musibah adalah sebagai penghapus dosa.
- Cobaan/ musibah adalah sebagai peningkat derajat keimanan.

Allah menurunkan cobaan kepada diri kita, agar Dia bisa menguji kadar iman kita, apakah kita akan sabar ataukah akan marah-marah, dan adakah kita ridha terhadap takdir Allah.

Bersabar dan berserah diri kepada Allah adalah jalan yang terbaik. Karena dengan mengikhlaskan dan ridha atas segala yang diberikan, insya-Allah kenikmatan lain akan datang jauh lebih besar dibanding musibah yang diterima.

“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (al-Baqarah : 153)

"Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa" (al-Baqarah : 177)



Salam,
HJK

Minggu, 27 November 2011

Semua tunduk untuk kepentingan manusia

Subhanallah, ternyata Allah telah membukakan dan memudahkan segala apa yang kita inginkan. Kita telah diberikan amanat oleh Allah SWT, untuk mengelola sekaligus menjaga seluruh isi bumi ini. Bahkan apa yang ada di langit dan bumi telah ditundukkan Allah, semata-mata untuk kepuasan lahir dan bathin kita.

"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan) mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan bathin ... " (Luqman/ 31:20).

Allah telah memberikan ruh, akal, fikiran, nafsu dan bentuk fisik yang paling sempurna dibandingkan ciptaan-ciptaan-Nya yang lainnya. Dan dengan seluruh sifat-Nya pada diri manusia, maka kita telah mampu menciptakan pesawat terbang untuk melintas terbang ke angkasa, menciptakan kapal untuk mengarungi lautan yang luas, dan juga menciptakan alat-alat berat untuk menggali rezeki yang ada dalam perut bumi, semuanya untuk kepentingan kita.

Semua ini tunduk bagi kepentingan manusia, tentunya atas izin-Nya semata.

Melaksanakan sesuatu pekerjaan, jika diawali dengan hati yang ikhlas, niat yang baik, pikiran yang baik, keimanan dan ketakwaan yang baik dan benar pula, insyaallah akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Jika Allah ridho dengan apa yang telah kita lakukan, maka Allah akan membukakan jalan yang benar untuk meraih keberhasilan/ kejayaan dunia dan akhirat.

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan." (al-A'raf/ 7:96)

Jangan bermimpi mengubah seluruh penduduk negeri beriman dan bertakwa dengan sekejap. Berikan contoh yang dimulai diri sendiri, yang insyaallah akan diikuti oleh kelompok yang lainnya, baru kemudian berkembang secara bertahap dan berkembang terus menjadi yang lebih besar.

Ceramah Aak Gym, beberapa tahun yang lalu masih teringat segar dalam pikiran saya.
Jika kita menginginkan suatu perubahan menuju suatu kebaikan, maka lakukan itu dengan 3 M ;

- Mulai dari diri sendiri,
- Mulai dari yang kecil-kecil, dan
- Mulai dari sekarang.



Salam,
HJK

Sabtu, 26 November 2011

Tahun Baru Hijriah

Oleh: Ibnu Muchtar

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah

Tatkala Ya’la bin Umayah menjadi gubernur di Yaman pada zaman khalifah Abu Bakar, ia pernah melontarkan gagasan tentang perlunya kalender Islam yang akan dipakai sebagai patokan penanggalan. Pada waktu itu,catatan yang dipergunakan kaum muslim belum seragam. Ada yang memakai tahun gajah (‘amul fil), terhitung sejak raja Abrahah dari Yaman menyerang Kabah (yang secara kebetulan adalah tanggal kelahiran Nabi saw.); ada yang mendasarkan pada peristiwa-peristiwa yang menonjol dan berarti yang terjadi di zaman mereka. Misalnya, tahun pertama hijrah Nabi dinamakan tahun al-Izn, karena izin hijrah diberikan pada tahun itu. Tahun kedua disebut tahun Amr, karena pada tahun itu Allah swt. telah memberikan perintah kepada kaum muslim untuk bertempur untuk melawan kaum musyrik Mekah.

Akan tetapi, realisasi tentang penetapan penanggalan yang dipakai oleh umat Islam barulah terjadi di zaman Khalifah Umar. Menurut keterangan al-Biruni, khalifah menerima sepucuk surat dari Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi gubernur di Bashrah (Irak), isinya menyatakan, “Kami telah banyak menerima surat dari Amirul Mu’minin, dan kami tidak tahu mana yang harus dilaksanakan. Kami sudah membaca satu perbuatan yang bertanggal sya’ban, namun kami tidak tahu sya’ban mana yang maksud. Sya’ban sekarang atau sya’ban mendatang di tahun depan?”

Surat Abu Musa rupanya dirasakan oleh Khalifah Umar sebagai sindiran halus tentang perlunya ditetapkan satu penanggalan (kalender) yang seragam, yang dipergunakan sebagai tanggal, baik dikalangan pemerintahan maupun untuk keperluan umum.

Untuk menetapkan momentum apa yang sebaiknya dipergunakan dalam menentukan permulaan tahun Islam itu, Khalifah mengadakan musyawarah dengan semua ulama dan para tokoh muslim. Dalam pertemuan itu ada empat usul yang dikemukakan, yaitu :

1. Dihitung dari kelahiran Nabi Muhammad saw.;
2. Dihitung dari wafat Rasulullah saw.;
3. Dihitung dari hari Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira yang merupakan awal tugas risalah kenabian;
4. Dihitung mulai dari tanggal dan bulan Rasulullah melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah (usul yang yang terakhir ini diajukan oleh Ali bin Abu Thalib).

Tetapi baik kelahiran Nabi, maupun permulaan risalah kenabian tidak diambil sebagai awal penanggalan Islam, karena tanggal-tanggal tersebut menimbulkan kontroversi mengenai waktu yang pasti dari kejadian-kejadian itu. Hari wafat Nabi juga tidak berhasil dijadikan tanggal permulaan kalender, karena dipertautkan dengan kenang-kenangan menyedihkan pada hari wafatnya. Besar kemungkinan nanti akan menimbulkan perasaan-perasaan sedih dan sendu dalam kalbu kaum muslim.

Akhirnya, disetujuilah agar penanggalan Islam ditetapkan berdasarkan hijrah Rasul dari Mekah ke Madinah.

Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah ? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah saw. singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian/24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal/27 September 622 M. dan membangun mesjid pertama (yang disebut mesjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jumat (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi salat Jumat bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah salat Jumat yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan salat Jumat, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah”. (Lihat,Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98).

Keterangan di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.

Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).

Ketika para sahabat sepakat menjadikan hijrah Nabi sebagai permulaan kalender Islam, timbul persoalan lain di kalangan mereka tentang permulaan bulan pada kalender itu. Ada yang mngusulkan Rabi’ul Awwal (sebagai bulan hijrahnya Rasulullah saw. ke Madinah). Namun ada pula yang mengusulkan bulan Muharram. Namun akhirnya Umar memutuskan bahwa tahun 1 Islam/Hijriah di awali dengan 1 Muharram bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Dengan demikian, antara permulaan hijrah Nabi dan permulaan kalender Islam sesungguhnya terdapat jarak sekitar 82 hari.

Peristiwa penetapan kalender Islam oleh Umar ini terjadi pada hari Rabu, dua puluh hari sebelum berakhirnya Jumadil Akhir, tahun ke-17 sesudah hijrah atau pada tahun ke-4 dari kekhalifahan Umar bin Khatab. (Lihat, tulisan Dr. Thomas Djamaluddin tentang “Kalender Hijriah” dalam buku Almanak Alam Islami, hal. 183-184, dan Makalah tentang “Konsistensi Historis-Astronomis Kalender Hijriah”)


Asal Muasal Peringatan Tahun Hijriah

Peringatan tahun baru Islam tiap 1 Muharam baru dimulai sejak tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendekiawan muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat Online)

Dari kedua latar belakang sejarah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

1.penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan peristiwa hijrah Nabi. Buktinya beliau tidak menetapkan bulan Rabi’ul Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul Awwal, selama kekhalifahannya.

2.Peringatan tahun baru hijriah pada bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah Nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, karena Nabi hijrah pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram.

3.Menyelenggarakan berbagai bentuk acara dan upacara untuk menyambut tahun baru Hijriah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.


-------------------------------------


Cat. : Semoga materi yg disampaikan oleh Ibnu Muchtar ini, menambah wawasan kita tentang sejarah Tahun Baru Hijriah.


Salam,
HJK

Penentuan Tahun 1 Kalender Islam

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam.

Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.

Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.

Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622.

Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558.


Dikutip dari - Wikipedia


Salam,
HJK

Hijriah vs Masehi

Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.

Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.

Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari)

Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.



Dikutip dari Wikipedia. Semoga dapat menambahkan wawasan dalam penanggalan hijriah dan masehi.



Salam,
HJK

Muharram



Do'a Awal Tahun Hijriah


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung.Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan,agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW,beserta para keluarganya dan sahabatnya.
Amin yaa rabbal ‘alamin

Do'a Akhir Tahun Hijriah


Segala pujian bagi Allah Tuhan semesta alam. Selawat dan salam kepada junjungan Rasul dan kepada keluarganya dan para sahabat sekalian. Ya Allah, apa yang telah kami lakukan sepanjang tahun ini dari apa yang Engkau larang kami daripadanya, maka tidak sempat kami bertaubat darinya dan Engkau tidak meredhainya dan tidak Engkau melupainya dan Engkau berlemah lembut kepada kami walaupun Engkau memberi peluang supaya kami bertaubat setelah kami melakukan maksiat kepada Engkau, maka sesungguhnya kami memohon keampunan Engkau, maka ampunilah kami. Apa yang kami lakukan padanya dari apa yang Engkau redhainya dan Engkau telah menjanjikan kami ganjaran pahala keatasnya, maka kami memohon akan Dikau wahai Tuhan Yang Maha Mulia yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan semoga Engkau menerima kami dan janganlah Engkau memutuskan harapan kami dari kurnia Engkau wahai Tuhan Yang Mulia. Moga-moga Allah S.W.T mencucuri rahmat dan sejahtera kepada junjungan kami Nabi Muhammad, ahli keluarga dan sahabat-sahabat sekalian. Segala pujian bagi Allah, Tuhan sekalian alam.