Jumat, 17 Juni 2011

Proyek dan Panglima Sago



Mendekati selesainya Proyek Drainase ini, ternyata situasi di internal mitra kerja yang di dalamnya terdiri dari mantan orang GAM semakin memanas. Tak jelas siapa yang memulai ingkar dalam kesepakatan kerja di internal mereka. Tapi imbasnya, kami juga yang harus masuk di dalamnya untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Jika tidak, pekerjaan akan terhenti.

Sebenarnya, kejadian ini sejak awal sudah terprediksi, tim proyek pun selalu berhati-hati dalam memberikan pekerjaan.

Ketika pelaksanaan proyek akan dimulai, beberapa gerombol orang mendatangi kantor berusaha memancing keributan dalam penguasaan lokasi pekerjaan. Mereka selalu meng klaim dirinya adalah Panglima Sago yang menguasai wilayah tersebut.

Mengenai istilah Panglima Sago, terbentuknya saat terjadi kekerasan di Aceh dahulu. Jadi kala itu, ada istilah Panglima GAM dan Panglima Sago.

Untuk mempermudah koordinasi antar wilayah, Panglima GAM membentuk kelompok kekuatan pada sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang komandan dengan istilah " Panglima Sago ". Mereka umumnya direkrut dari pimpinan kelompok pemuda yang disegani di wilayahnya.

Namun saat ini, beberapa anggota GAM sudah tidak patuh lagi dengan komandannya masing-masing. Mereka lebih mengutamakan penguasaan terhadap proyek-proyek yang bisa dikelola oleh kelompoknya sendiri.

Tanpa ada dasar kemampuan kompetensi dalam bidangnya, jelas saja akhirnya mereka ribut sendiri di dalamnya. Jika ribut, selalu saja masalah yang berurusan dengan pembagian keuntungan dari hasil pekerjaan. Mereka tidak kommit dalam managemen keuangan, sehingga seringkali ada pengaduan pada tim proyek....cape deh....

Akhirnya, semakin hari hubungan mereka dalam kesatuan GAM terlihat sudah mulai pecah dan bergerak masing-masing.

Aneh..., padahal mereka dulunya berada dalam satu kesatuan organisasi yang solid. Tapi entah mengapa, mereka pecah masing-masing tanpa jalur komando lagi dengan menguasai areal daerah yang di klaim miliknya. Dan tak jarang, mereka saling menjelekkan satu dengan lainnya, untuk upaya menarik simpati pribadi.

Meskipun anggotanya sudah carut-marut, namun gelar Panglima Sago masih bangga disandang olehnya.

Yang anehnya lagi, mereka yang bertengkar, tapi tim proyek yang menerima ancaman. Tak jarang juga kami pun terpancing emosi, akibat ke tidak mengertian prosedur yang mereka lakukan.

Ancaman akan membunuh, tak jarang juga dilontarkan dari mulut mereka. Seakan tim proyek ini anak-anak yang baru lahir dan gampang sekali untuk ditakut-takuti oleh mereka, yang mengaku "mantan GAM".

Memang, mereka tidak bisa disamakan dengan preman pada proyek-proyek lain di luar Aceh. Mereka rata-rata bersuara keras, kasar dan tanpa tata krama. Jika ada masalah, selalu datang secara bergerombol. Wajahnya sangar, tubuhnya gempal, tinggi dan hitam, begitulah perawakannya.

Mantan anggota GAM yang muncul di lokasi pada umumnya adalah orang-orang yang sangat mengerikan, jika kita tidak mampu memposisikan diri dengan baik diantara mereka. Namun, dalam majalah terbitan komunitas GAM, justru mereka yang ada di dalamnya adalah orang-orang yang sangat santun, baik, cerdas, pandai, saling tolong menolong dan bijak dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Lalu, siapa yang membuat keresahan di proyek selama ini ? Jangan-jangan hanya seorang preman kampungan yang memanfaatkan nama GAM untuk menakut-nakuti tim proyek.





Wassalam,
HJK