Kamis, 07 Oktober 2010

Back to Work


Setelah standby hampir 2 minggu lamanya, akibat demo warga pemilik Jang, akhirnya pekerjaan timbunan tanah ini dapat diijinkan untuk dimulai kembali.

Demontrasi yang dilakukan oleh pemilik Meu Jang, adalah dampak dari pekerjaan retention basin/ kolam penampungan yang dapat mengakibatkan terhentinya ladang mata pencaharian mereka. Kalau berbicara dengan hati, sebenarnya tidak tega juga menghadapkan mereka secara langsung dengan aparat, apalagi jika sampai terjadi kontak fisik. Mereka rakyat kecil yang hanya minta mendapatkan perhatian dari pemerintah kota agar dibantu dalam mencari alternatif kewirausahaan.

Bantuan per KK Rp. 25 juta sudah ada kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan Bank BPD Aceh, namun mereka (para anak meujang) tidak mengerti bagaimana cara mengambil atau mengurusnya, juga dana tersebut akan dipergunakan untuk kegiatan apa saja, sehingga dana tersebut dapat berputar dan bertambah. Karena jika dana tersebut digunakan untuk hal-hal yang konsumtif, maka dalam waktu dekat akan habis dan dana pinjaman tersebut tidak akan dapat diangsur pengembaliannya.

Dalam menyelesaikan masalah ini, beberapa pihak berkompeten telah banyak membantu jalannya kesepakatan dengan anak Jang ini. Cukup melelahkan memang, karena selama beberapa hari bertemu, solusi yang kami dapatkan hanya membuat dongkol di hati.

Dan akhirnya, melalui penyelesaian koordinasi harian, titik terang pun ada juga. Atas bantuan pak Keuchiek dan Camat, kitapun dapat berjumpa dengan sang petinggi di Aceh, meskipun lama menunggunya 5 jam. Menunggu 5 jam, tapi bertemu tidak lebih dari 5 menit. Hasilnyapun hanya dijanjikan bahwa proses pembayaran akan selesai dalam waktu 3 bulan.
Dan akhirnya, menurut anak Jang, " Jika dalam waktu 3 bulan pemerintah Aceh belum merealisasikan dana tersebut, maka pihak kontraktor harus sepakat menghentikan pekerjaannya, tanpa harus diminta untuk berhenti. Karena kesepakatan ini dibuat atas dasar kepercayaan sesama muslim. "

Ya, Alhamdulillah, sayapun diijinkan dapat kerja kembali sampai dengan batas waktu 25 Desember 2010. Jika pemkot molor/ lalai dari janjinya, maka saya harus berhenti lagi.....yaaa, nasib dah...tapi, tetap harus di syukuri.

Pemilik jang sebenarnya tau, bahwa posisi mereka lemah secara hukum. Mereka tidak punya alat bukti kuat yang melegalkan pemasangan Jang di alur pasang surut sungai - laut. Hanya saja keberadaan mereka memang diakui pemkot telah ada sejak tahun 1900, sebelum negara ini merdeka. (itu sesuai yang tertulis dalam data di kanto Kecamatan).
Jang ini adalah usaha milik keluarga, yang di lakukan secara turun temurun.

Bayangkan saja, sejak tahun 1900 mereka sudah berusaha disana, berarti sudah 110 tahun mengail rezeki di sungai Krueng Titi Panjang tersebut.....hmmm....kasian juga mereka, yang kecil yang tertindas. Semoga mereka mendapatkan lahan mata pencaharian yang baru.

Mudah-mudahan janji pemerintah Aceh ini tidak molor lagi, apalagi di lupakan.
" Lebih baik molor sedikit, karena masih ada yag diharapkan dari pada dilupakan. ", ujar mereka.



Salam,
HJK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar