Jumat, 02 April 2010

Renungan Indah - W.S. Rendra













Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memujiku

Bahwa semua itu hanyalah titipan.
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya.
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya.


Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat,
Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah.
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka.
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja,
untuk melukiskan kalau itu adalah derita.


Ketika aku berdo’a, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku.


Aku ingin lebih banyak harta,
Ingin lebih banyak mobil,
Lebih banyak popularitas, dan…
Kutolak sakit,
Kutolak kemiskinan.
Seolah semua “ derita “ adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika.


Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.


Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
Dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “ perlakuan baikku “.
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.


Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk ibadah.
“ Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja “.



(Puisi terakhir Rendra yang dituliskan di atas ranjang)






Salam,


HJK

2 komentar:

  1. luar biasa puisiny pak HJK. :-)

    saya jadi sangat tersentil ni.

    iy juga y, saya ini 'seorang hamba' atw 'relasi dagang'. kok y sgala ssuatuny masih itung2an.

    BalasHapus
  2. Ya...itulah kita manusia...
    Jika kita berlaku baik, minta balasan yang baik...
    Jika kita bersedekah, berharap balasan yang lebih banyak...
    Jika kita menolong orang, mengharapkan balas budinya...
    jd, sebenarnya kita sedang melakukan perniagaan dengan Allah...
    Hmmm...ternyata dalam do'a kita, ada rasa pamrih didalamnya...

    Salam

    BalasHapus