Kamis, 22 Agustus 2013

Do'a dalam kompetisi

Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Budiman. Mobilnya tak isti...
mewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Budiman-lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Budiman bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan.

Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 pembalap kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah di antaranya. Namun, sesaat kemudian, Budiman meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa.

Matanya terpejam, dengan tangan bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!". Dor!!! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil tu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.

"Ayo..ayo... cepat..cepat, maju..maju", begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai.

Dan...

Budiman-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Budiman. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."

Saat pembagian piala tiba. Budiman maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya.

"Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?"

Budiman terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang saya panjatkan" kata Budiman.

Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolong saya mengalahkan orang lain. Saya hanya bermohon pada Tuhan, supaya saya tak menangis, jika saya kalah."

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.




Salam,
HJK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar